Tuesday, June 17, 2014

PENGAKUAN ATAS KUALITAS PELAYANAN - AKREDITASI

Akreditasi Rumah Sakit, Pengakuan Atas Kualitas Layanan
Tulis apa yang kamu kerjakan. Kerjakan apa yang kamu tulis.
drg. Puti Aulia Rahma, MPH
(seperti ditulis dalam Majalah Dental&Dental edisi September-Oktober 2012)
Saat ini masyarakat semakin sadar untuk memilih layanan kesehatan yang baik. Beberapa contohnya adalah masyarakat saat ini tidak sungkan lagi untuk mempertanyakan alternatif perawatan yang akan mereka terima sesuai dengan kondisi keuangan mereka saat ini. Mereka juga tidak sungkan lagi untuk berdiskusi dengan dokter mengenai kegunaan dan efek samping obat yang diresepkan dokter kepada mereka. Masyarakat juga mulai kritis mempertanyakan apakah alat kedokteran yang digunakan untuk memeriksa mereka sudah steril atau belum. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin melihat proses sterilisasi tersebut. Bila ada pelayanan yang dirasa kurang memuaskan, masyarakat saat ini tidak malas lagi menegur staf medis yang bersangkutan atau mengeluarkan unek-unek mereka melalui kotak saran. Singkatnya masyarakat mau yang terbaik untuk diri mereka sesuai kondisi mereka saat ini.
Untuk menghadapi dinamika masyarakat sedemikian rupa, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan tidak tinggal diam. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mewajibkan dilaksanakannya akreditasi rumah sakit dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit di Indonesia. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di rumah sakit adalah UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan Permenkes 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan. Akreditasi mengandung arti suatu pengakuan yang diberikan pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Rumah sakit yang telah terakreditasi, mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa semua hal yang ada di dalamnya sudah sesuai dengan standar. Sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit, sudah sesuai standar. Prosedur yang dilakukan kepada pasien juga sudah sesuai dengan standar.
Berdasarkan standar akreditasi versi 2007, terdapat tiga tahapan dalam pelaksanaan akreditasi yaitu akreditasi tingkat dasar, akreditasi tingkat lanjut serta akreditasi tingkat lengkap. Akreditasi tingkat dasar menilai lima kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu: Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat dan Rekam Medik. Akreditasi tingkat lanjut menilai 12 kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat dasar ditambah Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan Resiko Tinggi, Laboratorium serta Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3). Akreditasi tingkat lengkap menilai 16 kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat lanjut ditambah Pelayanan Intensif, Pelayanan Tranfusi Darah, Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Gizi. Rumah sakit boleh memilih akan melaksanakan akreditasi tingkat dasar (5 pelayanan), tingkat lanjut (12 pelayanan) atau tingkat lengkap (16 pelayanan) tergantung kemampuan, kesiapan dan kebutuhan rumah sakit baik pada saat penilaian pertama kali atau penilaian ulang setelah terakreditasi. Berdasarkan standar akreditasi versi 2007 ini, sertifikasi yang diberikan kepada rumah sakit berupa: tidak terakreditasi, akreditasi bersyarat, akreditasi penuh dan akreditasi istimewa. Tidak terakreditasi artinya hasil penilaian mencapai 65% atau salah satu kegiatan pelayanan hanya mencapai 60%. Akreditasi bersyarat artinya penilaian mencapai 65% - 75% dan berlaku satu tahun. Akreditasi penuh artinya hasil penilaian mencapai 75% dan berlaku selama 3 tahun. Akreditasi istimewa diberikan apabila dalam tiga tahun berturut-turut rumah sakit mencapai nilai terakreditasi penuh dan status ini berlaku selama 5 tahun. Rumah sakit wajib melaksanakan akreditasi minimal 6 bulan setelah SK perpanjangan izin keluar dan 1 tahun setelah SK izin operasional.
Manfaat implementasi standar akreditasi versi 2007 ini terutama ditujukan bagi penerima layanan kesehatan, pasien. Selain bermanfaat bagi pasien, akreditasi juga bemanfaat bagi petugas kesehatan di rumah sakit, bagi rumah sakit itu sendiri, bagi pemilik rumah sakit dan bagi perusahaan asuransi. Bagi tenaga kesehatan di rumah sakit, akreditasi berfungsi untuk menciptakan rasa aman bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Mereka akan merasa aman karena sarana dan prasarana yang tersedia di rumah sakit sudah memenuhi standar sehingga tidak akan membahayakan diri mereka. Selain itu, sarana dan prasarana yang sesuai standar juga sangat membantu mempermudah proses kerja mereka. Bagi rumah sakit, akreditasi bermanfaat sebagai alat untuk negosiasi dengan pihak ketiga misalnya asuransi atau perusahaan. Dalam hal ini, akreditasi bisa dibilang berfungsi sebagai salah satu alat berpromosi. Bagi pemilik rumah sakit, akreditasi berfungsi sebagai alat untuk mengukur kinerja pengelola rumah sakit. Sedangkan bagi perusahaan asuransi, akreditasi bermanfaat sebagai acuan dalam memilih dan mengadakan kontrak dengan rumah sakit. Perusahaan asuransi enggan mempertaruhkan nama baiknya dihadapan kliennya dengan memilih rumah sakit berpelayanan buruk.
Dalam penerapannya, standar akreditasi versi 2007 memiliki banyak kekurangan. Seperti dilansir dalam situs Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), standar akreditasi versi 2007 lebih berfokus pada penyedia layanan kesehatan (rumah sakit), kuat pada input dan dokumen namun lemah dalam implementasi dan dalam proses akreditasi kurang melibatkan petugas. Untuk menutupi kekurangan ini, KARS mengembangkan standar akreditasi versi 2012. Standar akreditasi versi 2012 ini memiliki kelebihan yaitu lebih berfokus pada pasien; kuat dalam porses, output dan outcome; kuat pada implementasi serta melibatkan seluruh petugas dalam proses akreditasinya. Dengan adanya perbaikan ini diharapkan rumah sakit yang lulus proses akreditasi versi 2012 ini benar-benar dapat meningkatkan mutu pelayanannya dengan lebih berfokus pada keselamatan pasien.
Standar akreditasi 2012 ini mirip dengan standar akreditasi internasional. Dalam standar akreditasi baru ini terdapat 4 kelompok standar yang terdiri dari 1.048 elemen yang akan dinilai. Keempat kelompok standar akreditasi rumah versi 2012 yaitu: kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, kelompok standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien rumah sakit dan sasaran Millenium Development Goals. Dalam kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, komponen penilaian selain berfokus pada hal – hal terkait pelayanan pasien dan keluarga, mulai dari pemenuhan hak-hak pasien, pendidikan pasien dan keluarga sampai ke pelayanan yang akan diberikan kepada pasien. Pada kelompok standar manajemen rumah sakit, komponen yang dinilai misalnya upaya manajemen untuk memberikan dukungan agar rumah sakit dapat memberi pelayanan yang baik kepada pasien. Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan lebih baik dan memperhatikan keselamatan pasien. Jangan sampai pasien yang datang ke rumah sakit membawa pulang penyakit lagi. Sasaran Millenium Development Goals merupakan komponen penilaian tambahan dalam standar akreditasi rumah sakit, khusus di Indonesia. Sasaran-sasarannya berupa penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan kasus HIV dan AIDS serta pengendalian tuberkulosis. Tingkat-tingkat kelulusan berdasarkan standar akreditasi versi 2012 adalah dasar, madya, utama dan paripurna. Tingkat paripurna adalah tingkat kelulusan tertinggi yang dapat diraih oleh rumah sakit. Dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit menggunakan standar akreditasi versi 2012 ini, surveyor akan menemui pasien untuk mencari bukti adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien. Bila tidak ditemukan bukti, maka proses penilaian tidak akan lanjut ke komponen lain. Saat ini seluruh rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjaga mutu pelayanannya dengan melaksanakan akreditasi minimal setiap 3 tahun sekali.
Manfaat langsung dari implementasi standar akreditasi versi 2012 adalah rumah sakit akan lebih mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya. Rumah sakit akan lebih "lapang dada" menerima kritik dan saran dari pasien dan keluarganya, tidak lagi menjadi pihak yang selalu benar. Rumah sakit juga akan lebih menghormati hak-hak pasien dan melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra. Dalam hal ini, pasien dan keluarganya akan diajak berdiskusi dalam menentukan perawatan terbaik sesuai kondisi pasien saat ini. Implementasi standar akreditasi versi 2012 juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit telah melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan berdasar keselamatan pasien. Selain itu, implementasi standar akreditasi versi 2012 juga akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga berkontribusi terhadap kepuasan karyawan. Rumah sakit yang telah lulus akreditasi versi 2012 akan memiliki modal negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan dan sumber pembayar lainnya dengan lengkapnya data tentang mutu pelayanan rumah sakit. Implementasi standar akreditasi versi 2012 akan dapat menciptakan budaya belajar dengan adanya sistem pelaporan yang tepat dari kejadian yang tidak diharapkan di rumah sakit. Manfaat lain dari implementasi standar akreditasi versi 2012 adalah terbangunnya kepemimpinan kolaboratif yang menetapkan kualitas dan keselamatan pasien sebagai prioritas dalam semua tahap pelayanan.
Tahapan yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan akreditasi adalah: pembinaan akreditasi oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan, bimbingan akreditasi oleh surveyor pembimbing, survei akreditasi oleh surveyor akreditasi dan pendampingan pasca akreditasi oleh tim pendampingan yang terdiri dari Kemenkes, KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), PERSI daerah dan Dinas Kesehatan. Tahap pembinaan akreditasi bertujuan untuk menyiapkan sistem pelayanan di rumah sakit. Hasil pembinaan berupa rekomendasi yang mencakup aspek hukum atau aspek manajemen pelayanan yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah rumah sakit perlu bimbingan atau tidak. Tahap bimbingan akreditasi bertujuan untuk memberikan penjelasan, pemahaman dan penerapan standar pelayanan yang menjadi item penilaian dalam akreditasi. Hasil bimbingan ini berupa rekomendasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan rumah sakit dan dokumen yang perlu disediakan untuk mencapai akreditasi. Bila masih membutuhkan bimbingan, rumah sakit berhak untuk meminta bimbingan dari konsultan luar selain KARS untuk mendapat bimbingan lebih intensif. Tahap survey akreditasi merupakan saatnya penilaian terhadap pemenuhan standar rumah sakit menggunakan instrumen akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS. Survei akreditasi dilakukan oleh KARS sedangkan sertifikasi diberikan oleh Dirjen Pelayanan Medik DepKes RI berdasarkan rekomendasi KARS. Rumah sakit tidak dapat memilih surveyor akreditasi untuk menjamin objektivitas penilaian. Tahap pendampingan pasca akreditasi bertujuan menindaklanjuti rekomendasi hasil survey akreditasi agar rumah sakit yang telah terakreditasi dapat meningkatkan mutu pelayanan yang masih dibawah standar dan tetap mempertahankan mutu pelayanan yang sudah tercapai. Pendampingan dilaksanakan secara berkala minimal 6 bulan pasca survey akreditasi.
Selain diakreditasi dengan standar nasional, beberapa rumah sakit di Indonesia, khususnya rumah sakit pemerintah, juga akan diakreditasi menggunakan standar internasional. Sebenarnya telah banyak rumah sakit di Indonesia yang terakreditasi secara internasional, namun kebanyakan rumah sakit swasta. Kondisi ini semakin menanamkan kesan bahwa rumah sakit pemerintah memang kurang layak dipercaya dan kurang mampu memberikan pelayanan terbaik baik masyarakat. Rencananya, tujuh rumah sakit besar pemerintah akan dipersiapkan untuk akreditasi internasional pada tahun 2013. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah bekerjasama dengan lembaga akreditasi internasional yaitu Joint Commission International (JCI) dari Amerika Serikat. JCI dipilih karena paling banyak berafiliasi dengan berbagai rumah sakit besar di dunia dan merupakan salah satu lembaga akreditasi yang dianggap berpengalaman. Akreditasi internasional ini bertujuan untuk "menyetarakan" mutu pelayanan rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit internasional. Dengan adanya akreditasi internasional ini diharapkan tumbuh pula kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat bahwa rumah sakit pemerintah mampu memberikan layanan kesehatan terbaik. Dengan pengakuan ini diharapkan dapat membendung arus masyarakat yang berlomba-lomba berobat ke luar negeri. Dengan adanya akreditasi internasional ini, pemerintah menjamin adanya peningkatan mutu layanan kesehatan di rumah sakit pemerintah tanpa diiringi dengan kenaikan harga. Kedepannya, tidak hanya rumah sakit swasta atau pemerintah yang akan mendapat akreditasi tetapi juga Rumah Sakit TNI atau Polri dan Rumah Sakit pendidikan. Terutama rumah sakit pendidikan, penting untuk mendapatkan akreditasi untuk membuktikan bahwa pelayanan yang diberikan rumah sakit ini memang benar-benar merupakan layanan bermutu. Adanya akreditasi bagi Rumah Sakit Pendidikan juga diharapkan dapat meluruskan anggapan masyarakat bahwa mereka akan menjadi "kelinci percobaan" bila menjadi pasien di rumah sakit tersebut.
Untuk mendapatkan tingkat kelulusan akreditasi yang baik, diperlukan adanya kerja sama antar semua pihak di rumah sakit. Semua staf rumah sakit, mulai dari pimpinan puncak sampai staf lapis terbawah harus memiliki semangat yang sama dalam mewujudkannya. Pimpinan puncak hingga ke staf lapisan bawah harus memiliki pemahaman yang sama mengenai alasan dilaksanakannya akreditasi. Jangan sampai ada pihak yang menganggap bahwa akreditasi ini akan menjadi beban yang menambah-nambah kerjaan mereka karena harus bekerja sesuai standar-standar akreditasi. Sejatinya, standar-standar yang dijadikan komponen penilaian dalam survey akreditasi adalah untuk dipenuhi dan diimplementasikan dalam jangka panjang bukan hanya pada saat survey akreditasi. Dengan adanya kerjasama dan semangat yang sama tinggi dari semua pihak di rumah sakit, bukan hal mustahil akan terciptanya layanan kesehatan berkualitas tinggi yang langgeng bagi masyarakat.
Sumber : Majalah Dental&Dental diterbitkan November-Desember 2012

KOMPONEN STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT

PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Hal ini dapat kita lihat dalam sejarah perkembangan pelayanan kesehatan seperti Institusi spesifik yang dikenal dengan nama Rumah Sakit pada kurang lebih tahun 431 SM di Sri Lanka telah dibangun rumah sakit dengan nama rumah sakit Brahmanti, pada tahun 230 SM di Hindustan, Raja Ashoka telah membangun 18 unit rumah sakit yang sudah dilengkapi tenaga medis dan perawat, kemudian Konsili Nicea mengharuskan setiap Katedral menyediakan pelayanan kesehatan kepada orang-orang miskin, janda, yatim piatu, dan musafir yang sakit.
Di Indonesia, rumah sakit pertama kali didirikan oleh VOC pada tahun 1626 M dan kemudian dilanjutkan oleh pemerintahan Rafles pada jaman penjajahan Inggris. Sejak rumah sakit mula-mula, abad pertengahan sampai dengan saat ini rumah sakit selalu berupaya meningkatkan mutu pelayanannya melalui penciptaan dan penerapan standar pelayanan rumah sakit seperti pada tahun 1918 The American College of Surgeons telah menyusun Hospital Standardization Programme, selanjutnya pada tahun 1951 terbentuknya Joint Commission on Accreditation of Hospital.
Sedangkan di Indonesia pada tahun 1979 dalam persyaratan untuk lulus akreditasi, rumah sakit harus memiliki program pengendalian mutu yang baik, pada tahun 1993 Menteri Kesehatan telah menetapkan keputusan strategis diantaranya adalah menetapkan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakannya dan pada tahun 1995 Dirjen Yanmed menetapkan keputusan dimulainya program akreditasi rumah sakit.
Disamping keputusan-keputusan strategis sebagimana disebutkan diatas, peraturan perundang-undangan juga mengamanatkan bahwa program akreditasi rumah sakit dengan berbagai alasan memang haruslah dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari dua Undang-Undang yaitu yang pertama Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Pratik Kedokteran dan yang kedua Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Pratik Kedokteran dapat dilihat bahwa semua penyedia pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan profesi kedokteran harus membenahi diri, penyedia pelayanan kesehatan tersebut meliputi Puskesmas , Balai Pengobatan, Praktek Dokter, Rumah Sakit, dan sebagainya.
Dari beberapa institusi tersebut, Rumah Sakit merupakan institusi yang memiliki beban yang paling berat mempersiapkan diri dalam menyesuaikan Undang-Undang praktik kedokteran tersebut . Dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis mengerjakan kegiatan profesinya paling banyak di Rumah Sakit oleh karena itu di Rumah Sakitlah terdapat paling banyak kegiatan pembenahan administrasi pelayanan kedokteran. Rumah Sakit haruslah melaksanakan perubahan dalam rangka menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang praktik kedokeran tersebut. Mulai mempersiapkan Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) tiap pelayanan kedokteran, memperbaiki kebijakan persetujuan pelayanan oleh pasien (informed consent) dan segala sesuatu yang diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari kedua Undang-Undang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah Sakit.
PENGERTIAN
a.Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan yang diberikan kepada rumah sakit oleh Pemerintah melalui badan yang berwenang (KARS) karena rumah sakit telah memenuhi standar pelayanan yang telah ditentukan.
b.Suatu pengakuan publik melalui suatu badan nasional akreditasi rumah sakit atas prestasi rumah sakit dalam memenuhi standar akreditasi yang dibuktikan melalui suatu asesmen pakar sebaya (peer) eksternal yang independen (Isqua – Acreditation Federation)
VISI, MISI, TUJUAN DAN MANFAAT AKREDITASI
a.Visi
Instrumen Menuju Indonesia Sehat 2010 melalui continuous quality improvement pelayanan perumahsakitan
b.Misi
1.Menjadi landasan utk memelihara & meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata & terjangkau;
2.Bermanfaat untuk masyarakat (public good and private good)
c.Tujuan
1.Tujuan Umum
Agar kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di rumah sakit
2.Tujuan Khusus
a.Memberikan jaminan mutu, kepuasan & perlindungan kepada masyarakat;
b.Memberikan pengakuan kepada Rumah Sakit yang telah menerapkan standar yang ditetapkan;
c.Menciptakan lingkungan internal yang kondusif untuk penyembuhan sesuai standar struktur, proses dan outcomes
d.Manfaat
1.Peningkatan pelayanan (diukur dg clinical indicator);
2.Peningkatan administrasi & perencanaan;
3.Peningkatan koordinasi asuhan pasien;
4.Peningkatan koordinasi pelayanan;
5.Peningkatan koordinasi antar staf;
6.Minimalisasi risiko;
7.Penggunaan sumberdaya yg lebih efisien;
8.Penurunan keluhan (pasien & staf);
9.Meningkatnya kesadaran pegawai akan tanggungjawabnya;
10.Peningkatan kerjasama dari semua bagian organisasi.
DASAR HUKUM
1.Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan,
2.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3.SK Menkes Nomor 436/93 menyatakan berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis
4.SK Dirjen Yanmed Nomor YM.02.03.3.5.2626 Tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan Lainnya
INSTRUMEN AKREDITASI
Instrumen akreditasi disusun berdasarkan standar pelayanan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan SK Menkes Nomor 436/93 Tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis, disana disebutkan bahwa standar pelayanan rumah sakit terdiri dari 20 pelayanan yaitu :
1.Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.Pelayanan Medis;
3.Pelayanan Gawat Darurat;
4.Pelayanan Keperawatan;
5.Pelayanan Rekam Medis;
6.Pelayanan Radiologi;
7.Pelayanan Laboratorium;
8.Pelayanan Kamar Operasi;
9.Pelayanan Farmasi;
10.Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3);
11.Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;
12.Pengendalian Infeksi;
13.Pelayanan Anestesi;
14.Pelayanan Rehabilitasi Medis;
15.Pelayanan Gizi;
16.Pelayanan Intensif;
17.Strerilisasi Sentral;
18.Pemeliharaan Sarana;
19.Pelayanan Lain, dan
20.Pelayanan Perpustakaan.
Dari 20 (dua puluh) pelayanan rumah sakit ini kemudian disusunlah instrumen akreditasi lengkap berjumlah 16 (enam belas) pelayanan dan bukan 20 (dua puluh) pelayanan, hal ini dikarenakan ada penggabungan-penggabungan pelayanan yaitu Sterilisasi Sentral dimasukkan kedalam instrumen Pengendalian Infeksi, Pemeliharaan Sarana dan Perpustakaan dimasukkan kedalam instrumen Pelayanan Administrasi dan Manajemen, dan Pelayanan Anestesi dimasukkan kedalam instrumen Pelayanan Intensif dan Pelayanan Kamar Operasi. Akreditasi dengan 16 (enam belas) pelayanan tersebut adalah :
a.Akreditasi tingkat dasar dengan 5 (lima) Pelayanan, terdiri dari :
1.Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.Pelayanan Medis;
3.Pelayanan Gawat Darurat;
4.Pelayanan Keperawatan dan
5.Pelayanan Rekam Medis
b.Akreditasi tingkat lanjut dengan 12 (dua belas) Pelayanan, terdiri dari :
1.Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.Pelayanan Medis;
3.Pelayanan Gawat Darurat;
4.Pelayanan Keperawatan;
5.Pelayanan Rekam Medis;
6.Pelayanan Kamar Operasi;
7.Pelayanan Laboratorium;
8.Pelayanan Radiologi;
9.Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;
10.Pengendalian Infeksi;
11.Pelayanan Farmasi dan
12.Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3).
c.Akreditasi tingkat lengkap dengan 16 (enam belas) Pelayanan, terdiri dari :
1.Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.Pelayanan Medis;
3.Pelayanan Gawat Darurat;
4.Pelayanan Keperawatan;
5.Pelayanan Rekam Medis;
6.Pelayanan Kamar Operasi;
7.Pelayanan Laboratorium;
8.Pelayanan Radiologi;
9.Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;
10.Pengendalian Infeksi;
11.Pelayanan Farmasi;
12.Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3);
13.Pelayanan Rehabilitasi Medis;
14.Pelayanan Intensif;
15.Pelayanan Gizi dan
16.Pelayanan Darah.
Masing-masing pelayanan tersebut diatas terdapat instrumen standar dan parameter dan masing-masing standar dalam setiap pelayanan memiliki jumlah parameter yang berbeda. Adapun 7 (tujuh) standar pada masing-masing pelayanan terdiri dari :
a.Standar 1 : Falsafah dan Tujuan
b.Standar 2 : Administrasi dan Pengelolaan
c.Standar 3 : Staf dan Pimpinan
d.Standar 4 : Fasilitas dan Peralatan
e.Standar 5 : Kebijakan dan Prosedur
f.Standar 6 : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
g.Standar 7 : Evaluasi dan Pengendalian Mutu
STRATEGI MENGHADAPI SURVEI AKREDITASI
1.Persiapan
a.Pelatihan
b.Membangun komitmen
c.Membentuk Fasilitator
d.Membentuk Panitia Akreditasi
e.Studi banding
2.Pergerakan
a.Sosialisasi/Desiminasi Program Akreditasi kepada seluruh karyawan
b.Membuat/merevisi/menyusun dokumen Akreditasi (SK, Kebijakan, Protap, manual, dll)
c.Pembangunan/perbaikan fisik
d.Evaluasi (Program, kegiatan, dokumen, dll)
e.Self Assessment
f.Bimbingan dari KARS
3.Persiapan Penilaian
a.Melakukan self assessment terakhir dan memastikan nilai tiap-tiap pelayanan sesuai kesepakatan (misal : minimal 85%)
b.Mengajukan permohonan survei akreditasi kepada KARS
4.Saat Penilaian
a.Menyiapkan tempat penilaian/survei
b.Menyiapkan dokumen
c.Karyawan tidak ada yang cuti
d.Dokter diminta tidak praktek sore
e.Menyiapkan tim konsep & pengetik serta ruangannya
f.Buat suasana nyaman untuk para surveior
5.Paska Penilaian
a.Memenuhi rekomendasi surveior
b.Menunggu hasil survei
SURVEI AKREDITASI
Suvei akreditasi dilaksanakan berdasarkan permohonan rumah sakit yang bersangkutan, rencana kerja Dinas Kesehatan Propinsi dan KARS. Survei dilaksanakan secara bertahap dimulai dari tingkat dasar untuk 5 (lima) pelayanan, tingkat lanjut untuk 12 (dua belas) pelayanan dan tingkat lengkap untuk 16 (enam belas) pelayanan.
Bila rumah sakit dinyatakan lulus dengan status akreditasi penuh, maka setiap 3 (tiga) tahun akan dilakukan survei ulang dan dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya sertifikat akreditasi, sedangkan aspek penilaian akan ditingkatkan secara bertahap dimulai dari aspek struktur, aspek proses dan aspek outcomes dan untuk keperluan penilaian aspek outcomes, dikembangkan indikator mutu pelayanan.
Dalam pelaksanaan survei akreditasi, KARS membagi tugas sesuai dengan pembidangannya dan jadwal waktu pelaksanaan kepada para surveior. Adapun pembagian tugas dan jadual waktu ditentukan sebagai berikut :
1.Pembagian Tugas Surveior
a.Bidang Administrasi, terdiri dari :
1)Pelayanan Administrasi dan Manajemen
2)Pelayanan Rekam Medis;
3)Pelayanan Farmasi
4)Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3);
b.Bidang Medis I, terdiri dari
1)Pelayanan Medis;
2)Pelayanan Gawat Darurat;
3)Pelayanan Kamar Operasi;
4)Pelayanan Intensif.
c.Bidang Medis II, terdiri dari :
1)Pelayanan Radiologi;
2)Pelayanan Laboratorium;
3)Pelayanan Rehabilitasi Medis;
4)Pelayanan darah.
d.Bidang Keperawatan
1)Pelayanan Keperawatan;
2)Pelayanan Perinanat Risiko Tinggi;
3)Pengendalian Infeksi;
4)Pelayanan Gizi
2.Jadwal Waktu Survei
a.Survei Akreditasi Tingkat Dasar (5 pelayanan)
Lama Survei : 2 s.d 3 hari
Jumlah Surveior : 3 orang (1 orang surveior Administrasi, 1 orang surveior Medis dan 1 orang surveior Keperawatan)
b.Survey Akreditasi Tingkat Lanjut (12 pelayanan)
Lama Survei : 4 hari
Jumlah Surveior : 3 orang (1 orang surveior Administrasi, 1 orang surveior Medis dan 1 orang surveior Keperawatan)
c.Survey Akreditasi Tingkat Lengkap (16 pelayanan)
Lama Survei : 4 hari
Jumlah Surveior : 4 orang (1 orang surveior Administrasi, 2 orang surveior Medis dan 1 orang surveior Keperawatan)
HASIL KEPUTUSAN AKREDITASI
Penetapan keputusan status akreditasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medis atas rekomendasi lembaga independen yang melaksanakan survei akreditasi rumah sakit (KARS). Ada 4 (empat) keputusan status akreditasi yaitu :
1.Tidak Terakreditasi
Total Skor : < 65%
Skor Masing-2 Pelayanan : -
Masa Berlaku : -
Keterangan : Setelah 6 bulan boleh dilakukan survei ulang
2.Akreditasi Bersyarat
Total Skor : 65% s.d < 75%
Skor Masing-2 Pelayanan : Minimal 60%
Masa Berlaku : 1 Tahun
Keterangan : Setelah 1 tahun dilakukan survei ulang, bila lulus berlaku sertifikat ditambah 2 tahun.
3.Akreditasi Penuh
Total Skor : Minimal 75%
Skor Masing-2 Pelayanan : Minimal 60%
Masa Berlaku : 3 Tahun
4.Akreditasi Istimewa
Total Skor : 65% s.d < 75%
Skor Masing-2 Pelayanan : Minimal 60%
Masa Berlaku : 5 Tahun
Keterangan : 3 kali berturut-turut akreditasi penuh
PEMBINAAN PASKA AKREDITASI
a.Tujuan Umum
Mendorong manajemen rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan
b.Tujuan Khusus
1.Memantau rumah sakit dalam hal pelaksanaan rekomendasi surveior
2.Memberikan arahan untuk dapat memenuhi rekomendasi surveior
3.Melakukan evaluasi terhadap penerapan standar di rumah sakit
4.Meningkatkan interaksi antara Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Provinsi dan KARS
PENUTUP
Uraian tersebut diatas telah dapat memberikan pandangan dan kesimpulan bahwa upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang berorientasi kepada proses seperti halnya akreditasi sangatlah penting untuk dilaksanakan di rumah sakit karena proses akreditasi akan mambangun sistem dan mengintegrasikan budaya mutu kedalam pelayanan rumah sakit dan akan menghasilkan kinerja yang berlandaskan standar pelayanan dan standar profesi sehingga para pelaku pelayanan akan merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan pihak penerima pelayanan akan merasa puas karena pelayanan yang diberikan telah memenuhi standar dan keinginannya.
Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melalui proses akreditasi akan dapat membantu rumah sakit untuk tetap eksis dan tampil secara prima. Hal ini dapat dilihat dari parameter-parameter dalam standar akreditasi dan disana diajarkan agar rumah sakit dapat menetapkan dasar-dasar pelayanan seperti filosofi, visi, misi, nilai-nilai dasar, keyakinan-keyakinan dasar, hak dan kewajiban rumah sakit, profesi dan pasien, budaya kerja serta hal-hal yang berkaitan dengan unsur dan prinsip organisasi yang dilaksanakan terstruktur dan sistematis melalui siklus Plan, Do, Check dan Action (PDCA) yang pada akhirnya akan menghasilkan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan bersama.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIALIN MEMBRAN DISEASE

ASKEP HIALIN MEMBRAN DISEASE

  1. Pengertian
  • Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayiprematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasidibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500 gram.

  • Hyaline membrane disease merupakan perkembangan yang imatur pada sistem pernapasanatau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.

  • Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan sindrom gawat napas yang disebabkandefisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.Jadi, Hyaline membrane disease merupakan hal yang paling sering terjadi pada bayi prematureyang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat perkembangan imatur pada systempernafasan

  1. Penyebab
  • Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu).
  • Gangguan atau defisiensi surfactan
  • Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
  • Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur.

  1. Manifestasi klinis
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinis yang timbul yaitu :

  • Adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir yang ditandai dengan
  • Takipnea (> 60 x/menit).
  • Pernapasan cuping hidung
  • Grunting
  • Retraksi dinding dada
  • Sianosis
  • Gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :

  • Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
  • Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaranairbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
  • Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihatlebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
  • Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat

  1. Patofisiologi
Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveolimasih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thoraxmasih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolapspada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologiparu sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasanmenjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yangmenyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipiddan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahanseperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untukmengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distalmenyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasidari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanyadefisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atauvolutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Prosespenyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang12 immatur dan mengalami sakit yang berat
dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadiBronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karenaatelektasis,dan air bronchogram

  1. Penatalaksanaan
Dasar tindakan penatalaksanaan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 – 80%. Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh perlu dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu diperhatiakn pula.
  1. Fokus pengkajian keperawatan
  1. pengkajian
Riwayat maternal
  • Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
  • Kondisi seperti perdarahan placenta
  • Tipe dan lamanya persalinan
  • Stress fetal atau intrapartusStatus infant saat lahir

status infant saat lahir
  • Prematur, umur kehamilan
  • Apgar score, apakah terjadi aspiksia
  • Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
  • Brdikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
  • Murmur sistolik
  • Denyut jantung dalam batas normalIntegumen

integumen
  • Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
  • Pitting edema pada tangan dan kaki
  • MottlingNeurologis

neurologis
  • Immobilitas, kelemahan, flaciditas
  • Penurunan suhu tubuhPulmonary

Pulmonary
  • Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 ± 100 x )
  • Nafas grunting
  • Nasal flaring
  • Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
  • Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentasedesaturasi hemoglobin
  • Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
  1. Status behavioral
Lethargy

  1. Study diagnostik
  • Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma denganoverdistensi duktus alveolar
  • Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.Data laboratorium

Data laboratorium
  • Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janinyang mempunyai predisposisi RDS)
  • Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
  • Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
  • Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 ± 7,45
  • Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yangrusak









  1. Diagnosa keperawatan
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan ventilasi alveolar.
  • Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan  sensible dan insensible
  • Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
  • Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis

  1. Rencana tindakan keperawatan
  1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan ventilasi alveolar.
  • Tujuan : Tanda dan  gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant terhadap RDS dapat teridentifikasi
  • Kriteria Hasil :
  • Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA  dalam  rentang normal .
  • Bebas dari gejala distres pernafasan.
 Kriteria hasil :
  • Bernapas tidak menggunakan cuping hidung
  • Tidak ada retraksi interkosta
  • RR :30-60 x/Menit
  • HR: 120- 140/Menit
  • Sianosis (-)
  • Ekstremitas hangat
  • Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan dengan GDA dalam rentang normal.
  • Gas-gas darah dalam rentang normal :
  • pH        : 7,35-7,45
  • pO2      : 80-100 mmHg
  • pCO      : 235-45 mmHg
  • HCO3   : 22-26 mEg/L
  • Saturasi ≥ 95%
Intervensi
Rasional
   Mandiri
1)   Pantau dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi, paru, dan kelemahan.

TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difusi yang luas, nekrosis. Efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, sampai distress pernapasan.

2)      Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat syanosis, dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
3)      Tunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/ penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek.
4)      Mengkaji status mental
Kelemahan, mudah tersinggung, bingung dapat merefleksikana adanya hipoksemia/ penurunan oksigenasi cerebral
 Kolaborasi
1)      Pemeriksaan AGD

Penurunan kadar O2 (PO2) dan / atau saturasi dan peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi.

2)      Pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhan tambahan.
Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.

3)      Kortikosteroid
Berguna dalam maturitas paru.
4)      Pemberian surfaktan buatan
Meningkatkan ekspansi paru dan mencegah paru kolaps.

  1. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan  sensible dan insensible.
  • Tujuan  : Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat
  • Kriteria hasil :
  • Turgor pada perut bagian depan kenyal , tidak ada edema, membran mukosa lembab , intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
  • Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit ddarah dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Mandiri
1)         Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain itu berikan pula tindakan-tindakan  pencegahan

Selama fase akut, klien sering kali berada dalam kondisi yang terlalu lemah dan mengalami sesak napas yang parah. Untuk meminum cairan per oral secara adekuat dan mempertahankan hidrasi yang adekua, jika ada demam, maka kebutuhan akan cairan akan meningkat karena keringan yang berlebihan. Hal yang terjadi jika demam  membaik adalah meningkatnya penguapan karena vasodilatasi perifer, hal itu terjadi sebagai makanisme kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.

2)         Berikan susu dan cairan intravena sesuai kebutuhan.

Cairan  membantu distribusi obat-obatan dalam tubuh serta membantu menurunkan demam. Cairan bening membantu menambahkan  kalori serta menanggulangi kehilangan BB.
Kebutuhan kalori neonatus : 100 cc/BB
  1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
  • Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi
  • Kriteria hasil:
  • Klien mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat dan metabolismetubuh.
  • Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan perasaan sejahtera.

Intervensi
Rasional
1)         Berikan cairan IV dengan kandungan glukosa sesuai kebutuhan  neonatus

Makanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energy.

2)      Mengidentifikasi factor yang menyebabkan sulit menelan

Untuk dapat memilih intervensi sesuai dengan penyebab
Kolaborasi
  1. Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih cairan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi .

Ahli diet adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang dapat membantu klien mimilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.

  1. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
  • Tujuan   : Meminimalkan  kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara orangtua dan infant

  • Kriteria hasil :
  • Keluarga klien mengungkapkan pengetahuan tentang penyakit yang diderita oleh pasien
  • Dapat melaporkan secepatnya kepada tim medis jika terjadi sesuatu mendadak terhadap pasien
  • Keluarga pasien bisa menstabilkan emosi.





Intervensi
Rasional
Mandiri
  1. Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan dan penggunaan koping mekanisme
Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi koping yang efektif
  1. Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive, prosedur dan pengobatan infant
Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat kecemasan
Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi perkembangan infant

Informasi dapat mengurangi kecemasan
  1. Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan anaknya
Memfasilitasi proses bounding
5.  Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas
Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya.



Daftar Pustaka

Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition,Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994

Bobak, Lowdermik. 2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Jakarta : EGC
Leifer, Gloria. 2007.Introduction to maternity & pediatricnursing . Saunders Elsevier : St.Louis Missouri

Prwawirohardjo, Sarwano. 2005.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
























ASUHAN KEPERAWATAN
HIALIN MEMBRAN DISEASE









Di susun oleh :
Akhira Fajriani
(092070007)



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012