Monday, January 13, 2014

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEURO

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEURO
MAKALAH


diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Klinik IV B

oleh
Faradila Risky S                          (102310101018)
Alvivo Darma Chandra               (102310101092)
Aulia Merdekawati                      (102310101094)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
 2012



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang spesifik.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).
Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)

1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Tujuan Umum makalah ini adalah mengetahui macam-macam teknik pemeriksaan fisik sistem neuro.
1.2.2 Tujuan Khusus
  1. Mengetahui status kesehatan neurologis pasien
  2. Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa
  3. Mengetahui berbagai teknik pemeriksaan fisik sistem persarafan
  4. Mengetahui hasil normal dan abnormal pemeriksaan fisik
  5. Mengetahui macam-macam pemeriksaan fisik pada sistem persarafan

1.3 Implikasi dalam keperawatan
Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrol seluruh sistem tubuh manusia sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan fisik neurologi dilakukan secara akurat oleh perawat sebagai upaya mengetahui fungsi fisiologis dan patologis pasien, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat, cepat dan efisien. Pengamatan dapat diperoleh dari respon pasien maupun perilaku pasien. Peran perawat memberikan penyuluhan dan perubahan kebutuhan pasien sehingga diharapkan dapat membantu mengurangi kesulitan gerak motorik halus maupun sensorik.
Pemeriksaan secara tidak tepat dapat berdampak buruk pada pasien sebab diagnosa yang dibuat berdasarkan pemeriksaan tersebut akan menjadi fatal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara cermat untuk mengurangi kesalahan dalam pemeriksaan fisik.










BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian sistem saraf
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling berhubungan, sangat khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neoron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan sel schawnn) yang saling berkaitan dan terintegrasi satu sama lain (Price dam Wilson, 2006).

2.2 Pengertian pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik. Meskipun pemeriksaan neurologis sering terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun pemeriksaan ini sangat penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan pemeriksaan neurologis dengan teliti  dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik lainnya. Banyak fungsi neurologik paisen yang dapat dikaji selama pengkajian riwayat dan pengkajian riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah mempelajari tentang pola bicara, status mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan koordinasinya. Aktivitas sederhana yang dapat memberikan informasi banyak bagi orang yang melakukan pengkajian adalah saat berjabat tangan dengan pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).






BAB 3. KAJIAN TEORI

Pemeriksaan fisik neuro terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan berdasarkan dari pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas,, antara lain.
  1. Pemeriksaan GCS
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok), penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis), dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:
  1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
  2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
  4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
  5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.
  1. Membuka mata (E)
Spontan                              : 4
Dengan diajak bicara          : 3
Rangsang nyeri                   : 2
Tidak ada respon                : 1
  1. Respon verbal (V)
Terdapat kesadaran dan orientasi   : 5
Disorientasi waktu                          : 4
Berkata tanpa arti                           : 3
Hanya menegrang                           : 2
Tidak ada suara                              : 1
  1. Respon motoik (M)
Sesuai perintah                               : 6
Lokalisir nyeri                                 : 5
Menghindari nyeri                          : 4
Fleksi abnormal                              : 3
Ekstensi abnormal                          : 2
Tidak ada gerak                              : 1
Jika nilai GCS:
14-15          : cedera kepala ringan
9-13            : cedera kepala sedang
3-8              : cedera kepala berat

  1. Inspeksi
Pemeriksaan secara inspeksi dilakukan dengan menggunakan system penglihatan pengamat yang memprioritaskan posisi tubuh bayi dan anak. Posisi telungkup menjadi posisi yang digunakan saat menentukan normal dan abnormal tubuh bayi. Posisi normal pada bayi yaitu saat posisi telungkup, kepala dapat menyentuh meja, serta tangan bayi menggenggam dengan posisi tungkai pada keadaan fleksi.
Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui posisi abnormal pada bayi, yaitu :
  1. Frog Posture
Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas disamping tubuhnya dengan posisi terbuka (tidak menggenggam).
  1. Hemiplegi
Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan yang lainnya tampak ekstensi lemah.
  1. Hipototoni
Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi tangan dan tungkai terletak lurus diatas meja. Kadangkala hal tersebut menunjukkan bahwa bayi kemungkinan mengalami gangguan SSP (system saraf pusat).

  1. Pemeriksaan bahasa dan bicara
Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien berbicara dan menangkap inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi hemisfer dominan. Hemisfer kiri adalah bagian yang dominan untuk berbicara yang pada umumnya terjadi pada pengguna tangan kanan dominan, sebagian juga pada orang kidal.
Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya gangguan pada system neuronya. Ada 3 jenis gangguan yang dapat dikategorikan gangguan bicara, yaitu:
  1. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara sehingga terjadi penurunan kemampuan artikulasi, enumerasi, dan irama bicara. Misalnya saat pasien diminta untuk menirukan kata “endokarditis” maka dapat diperkirakan pasien tidak dapat menirukan kata tersebut. Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat disebabkan oleh sklerosis amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia gravis.
  2. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda dengan disartia yang terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada disfonia juga dapat disebabkan non-neurologis tetapi penyebab neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus dan tumor otak. Karakteristik penderita disfonia adalah pasien diminta untuk mengucapkan kata “E” maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
  3. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya kemampuan untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan istilah hilangnya suatu konsep pemikiran seseorang yag tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta afasia sensorik merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu percakapan. Karakteristik penyebab afasia adalah adanya gangguan serebrovaskular yang mengenai arteria serebri media.

  1. Pemeriksaan status dan fungsi mental
Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuro bagian korteks yang lebih tinggi termasuk memberikan suatu alas an pada setiap kasus yang dialami, menggunakan abstraksi, membuat perencanaan, dan memberi penilaian.
Pemeriksaan status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan pemeriksaan bahasa sebab pemeriksaan bahasa merupakan modal fungsi korteks. Perubahan perilaku seseorang berkaitan dengan disfungsi otak organic, maka dari itu perawat perlu memeriksa riwayat keluarga pasien untuk menentukan penyebab perilaku yang berhubungan dengan status mental pasien.
Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan cara memeinta pasien menyebutkan 6 digit nomor yang sebelumnya telah ditentukan oleh pemeriksa serta pasien dapat diminta menyebutkan 6 macam Negara yang berbeda. Hal tersebut dapat menentukan status dan fungsi mental pasien.

  1. Pemeriksaan motorik
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan biasnya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak dapat kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhannya saja.
  1. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih dulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah respon traksi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk maka head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-nya negatif (menghilang). Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bualn. Apabiala setelah 3 bulan masih didapat head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematurasi.
  1. Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol tangan dan kaki terhadap gravitasi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah ± membentuk sudut 45° atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral, tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
Tonus otot yaitu retensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi secara pasif, tonus otot sering kali terganggu jika terdapad gangguan sistem saraf. Otot dapat diamati untuk melihat adanya tanda-tanda kelemahan, fasikulasi, atau kontraktur. Kekuatan otot dapat diperiksa dengan membandingkan otot satu sisi dengan otot sisi lainnya.
Perubahan fungsi motorik:
Gangguan otot Tanda klinis Gangguan neurologis
Distonia Posisi bagian-bagian tubuh bertahan dengan keadaan abnormal dengan sedikit tahanan sewaktu delakukan gerakan pasif Gangguan ekstrapiramidal, penyakit wilson,neuropati venotiazin, infeksi virus pada otak
Paratonia Tahanan terhadap gerakan pasif pada seluruh gerakan Penyakit lobus frontalis
Kekakuan deserebrasi Ektensi dan pronasi lengan dan pronasi dari tungkai Cedera otak berat di atas spons
Hipotonia Peningkatan macam gerak sendi Gangguan sereberal
Hemibalismus Gerakan unilateral, mengenal bagian yang berlawanan dengan lesi, gerakan sendi proksimal yang kasar dan mengayun Penyempitan pembuluh darah otak mengenai nukleus subtalamikus
Tremor Rimik involunter Lesi pada jaras sereberal

  1. Pemeriksaan Tanda Meningeal
    1. Kaku duduk
Posisikan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Normalnya dagu pasien akan menempel di dada dan tidak ada tahanan.
  1. Brudzinsky I
Letakkan satu tangan perawat di bawah kepala pasien dan tangan lain di dada pasien untuk mencegah badan tidak terangkat kemudian kepala pasien di fleksikan ke dada secara pasif. Brudzinsky akan positif bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut
  1. Brudzinsky II
Tanda Brudzinsky II positif bila fleksi klien pada sendi panggul secra pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
  1. Tanda Kerniq
Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak lurus lalu luruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat membentuk sudut 135 terhadap tungkai bawah.
  1. Pemeriksaan Refleks
    1. Reflek superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
    2. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon biseps, trisep, patela dan achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi lutut )dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki) apabila hiperfleks apabila hiporefleks apabila terjadi kelainan pada lower motor neuron.
    3. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara menggores permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari.

  Refleks Metode pengkajian Temuan yang lazim
  Refleks tendon dalam
  Biseps Fleksikan lengan bawah anak. Letakkan ibu jari perawat di atas ruang antekubiti dan ketuk dengan palu refleks. Lengan bawah sedikit fleksi
  Triseps Tekuk lengan anak pada siku sambil menopang lengan bawah. Ketuk tendon triseps di atas siku. Lengan bawah sedikit ekstensi
  brakioradialis Letakkan lengan dan tangan anak pada posisi relaks dengan telapak tangan di bawah. Ketuk radius 2,5 cm diatas pergelangan tangan. ;engan bawah flesi dan telapak tangan mengangkat keatas.
  Patella Dudukan anak di atas meja atau pangkuan orang tua dengan tungkai fleksi dan tergantung. Ketuk tendon patela tepat di bawah tempurung lutut. Tungkai bawah ekstensi
  Achiles Dudukan anak di atas meja atau pangkuan orang tua dengan tungkai fleksi dan topang kaki dengan pelan ketuk tendon achiles Plantar fleksi kaki  (menunjuk ke bawah)
  Refleks superfisial
  Abdomen Gores kulit ke arah umbilikus. Kaji refleks di empat kuadran. Refleks abdominal mungkin tidak dijumpai pada 6 bulan pertama. Umbilikus bergerak ke arah stimulus
  kremasterik Gores paha bagian dalam atas Testis tertarik ke dalam kanalis inguinalis
  Anus Rangsang kulit di area perianal Terjadi kontraksi sfingter anus yang kuat.

Refleks bayi (automatisme)
Refleks Deskripsi Metode pengkajian Makna temuan
Berkedip Di jumpai pada tahun pertama kehidupan Sorotkan cahaya ke mata Jika refleks ini tidak dijumpai maka menunjukan adanya kebutaan
Tanda babinski Jari kaki mengembang dan ibu jari kaki dorsofleksi. Dijumpai sampai umur 2 tahun Gores telapak kaki sepanjang tepi terluar, dimulai dari tumit Pengembangan jari kaki dan ibu jari kaki dorsofleksi.
Merangkak Bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki bila di letakkan pada abdomen Letkakkan bayi tengkurap di atas permukaan yang rata Ketidaksimetrisan gerakan menunjukan gangguan neurologi
Menari atau melangkah Kaki bayi bergerak ke atas dan kebawah bila kaki sedikit disentuhkan ke permukaan yang keras. Dijumpaiselama 4-8 minggu pertama Pegang bayi sehingga kakinya sedikit menyentuh permukaan yang keras Refleks yang menetap melebihi 4-8 minggu merupakan keadaan abnormal
Ekstruksi Lidah ekstensi ke arah luar bila di sentuh. Di jumpai dampai umur 4 bulan Sentuh lidah dengan ujung spatel lidah Ekstensi lidah yang persisten menunjukkan down syndrom.
Galant’s Punggung bergerak ke arah samping bila di stimulasi Gores punggung bayi sepanjang sisi tulang belakang dari bahu sampai ke bokong Tidak adanya reflek menunjukan adanya gangguan
Moro’s Lengan ekstensi, jari- jari mengembang, kepala terlempar ke belakang, tungkai sedikit ekstensi. Lengan kembali menggenggam. Tulang dan ekstremitas bawah ekstensi. Ubah posisi bayi secara tiba-tiba atau pukul meja Refleks menetap lebih dari 4 bulan menunjukan kerusakan otak. Menetap lebih dari 6 bulan sangat menunjukan kerusakan otak. Respon yang tidak simetris menunjukan hemiparesis, fraktur klavikula. Tidak adanya respon pada ekstremitas bawah menunjukan dislokasi pinggul kongenital atau cedera medula spinalis bagian bawah
Neck righting Bila bayi terlentang, bahu dan badan kemudian pelvis berotasi ke arah dimana bayi berputar. Di jumpai selama 10 bulan pertama Letakkan bayi dalam posisi telentang coba menarik perhatian bayi dari satu sisi Tidak ada reflek/ reflek yang menetap lebih dari 10 bulan menunjukan gangguan pada sistem syaraf pusat
Menggenggam Jari-jari bayi melengkung di sekitar jari yang diletakkan di telapak tangan bayi dari sisi ulnar.  Refleks ini menghilang pada umur 3-4 bulan Letakkan jari di telapak tangan bayi dari sisi ulnar Fleksi yang tidak simetris menunjukan paralisis. Reflek menggenggam yang menetap menunjukan gangguan srebral
Rooting Bayi memutar pada pipi yang di gores. Refleks ini menghilang pada umur 3-4 bulan, tetapi bisa menetap hingga umur 12 bulan, khususnya selama tidur Gores sudut mulut bayi atau garis tengah bibir Tidak adanya refleks menunjukan gangguan neurologi yang berat
Kaget (startle) Bayi mengekstensikan dan memfleksikan lengan dalam berespon terhadap suara yang keras. Tangan tetap rapat. Refleks ini akan menghilang setelah umur 4 bulan Bertepuk tangan dengan keras Tidak adanya refleks menunjukan kerusakan pendengaran
Mengisap Bayi mengisap dengan kuat dalam berespon terhadap stimulasi Berikan botol atau dot Refleks yang lemah atau tidak ada menunjukan keterlambatan perkembangan atau abnormalitas neurologi
Tonic neck Bayi melakukan perubahan posisi bila kepala di putar ke satu sisi. Lengan dan tungkai akstensi ke arah sisi putaran kepala dan fleksi pada sisi yang berlawanan. Normalnya refleks ini tidak terjadi setiap kali kepala di putar. Tampak pada usia kurang lebih 2 bulan dan menghilang pada umur 6 bulan Putar kepala dengan cepat ke satu sisi Dinggap tidak normal jika respon terjadi setiap kali kepala di putar. Jika menetap menunjukan kerusakan serebral mayor
       



Tambahan Kajian Kelompok :
  1. Anamnese
Wawancara berfungsi untuk mengumpulkan data terkait kesehatan pasien. Pengumpulan data ini bisa diperoleh dari pasien maupun dari pihak keluarga pasien. Aspek-aspek yang dikaji antara lain:
Keluhan Utama
Hal-hal yang dapat di kaji yaitu nyeri, vertigo,masalah pengelihatan, penciuman, menelan, sulit berbicara,gagguan eliminasi pernapasan, sirkulasi, suhu tubuh, seksualitas, dan emosi. Pengumpulan data-data tersebut dapat menggunakan pola PQRST.
  1. Riwayat penyakit dahulu
Dalam mengumpulkan data tentang riwayat penyakit dahulu, perawat dapat menanyakan apakah pasien pernah mengalami cedera kepala, stroke, pembedahan, dan lain sebagainya.
  1. Obat-obatan
Perawat dapat menanyakan mengenai penggunaan obat-obatan yang dapat mengganggu sistem syaraf
  1. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat dapat menanyakan mengenai adanya anggota yang menderita penyakit terkait sistem persyarafan, hipertensi, atau stroke.
  1. Pola pemeliharaan kesehatan
Perawat dapat mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari pasien, pola rekreasi, gizi, pola pemecahan masalah.
  1. Konsep diri
Perawat dapat mengkaji mengenai kemampuan pasien dalam merawat diri, mewujudkan peranan yang diharapkan, memenuhi kebutuhan seksualnya.
  1. Pertimbangan perkembangan
Aspek ini ditujukan terutama pada usia Lansia dan anak-anak. Pada pasien anak atau bayi dapat ditanyakan kepada orang tua pasien mengenai adakah faktor risiko yang dialami selama kehamilan, adakah keluarga yang memiliki gangguan persyarafan, bagaimana perkembangan motorik dan kognitif anak, dan lain sebagainya.































BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Tujuan Pemeriksaan fisik yaitu Mengetahui sistem persarafan, Mengetahui status kesehatan neurologis pasien, Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi, Pemeriksaan bahasa dan bicara, Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan GCS, Pemeriksaan Tonus Otot, Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal, Pemeriksaan Refleks.

3.2 Saran
Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam tubuh manusia. Hapir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh karena itu disarankan bagi para pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi kesehatanya dan dilakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologik.



DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1987.Fisiologi kedokteran. Edisi ke 5. Jakarta: EGC.
Price, A Silvia dan Wilson, M Lorraine. 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
Matondang, Corry S, dkk. 2000. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: PT Sagung Seto.
Engel, Joyce. 1998. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Priharjo, Robbert. 1996. Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika.

Neurologi assesment

Pemeriksaan Klinik Neurologi Dalam Praktek

Dalam pemeriksaan klinik neurologi, salah satunya adalah pemeriksaan fungsi kortikal. Fungsi kortikal mempunyai 2 macam gangguan yaitu : 1. General/diffuse * Mengganggu tingkat kesadaran (koma bihemisferik) : gangguan kesadaran relatif ringan, umumnya mengganggu kewaspadaan, perhatian, pemahaman, kognitif dan delirium. Biasanya akut, gejala neurologis fokal tidak ada atau tidak jelas. Terjadi pada koma metabolik misalnya hiperglikemia, uremikum dan hepatikum. Penyakit neurologis yang mirip dengan gangguang fungsi kortikal general misalnya meningitis/meningoensefalitis dan perdarahan subarakhnoid. * Mengganggu isi kesadaran : tingkat kesadaran relatif baik, hampir seluruh fungsi mental atai isi kesadaran terganggu, sehingga mengganggu inteligensia, berhitung, abstraksi dan memecahkan persoalan. Biasanya subakut/kronik. Terjadi pada sindroma demensia, vegetative state (coma vigil, apallic syndrom, cerebral death, neocortical death. Pada vegetative state lesi organik di korteks lebih berat daripada demensia. 2. Fokal Mengganggu fungsi bahasa (membaca dan menulis), mengganggu ingatan, gnosis (astereognosis, abarognosis, facialagnosis, anosognosis) dan visuo-constructive (membangun) Afasia umumnya menunjukkan lesi yang fokal dan sering unilateral, tetapi pada gangguan membangun (visuo-constructive) focalitasnya kurang jelas karena menyangkut fungsi lobus frontalis, parietal dan occipital. Gangguan daya ingat (memory)khususnya recent memory dihubungkan dengan lesi lobus temporalis terutama bilateral, di mana lesi hemisphere dominan umumnya lebih berpengaruh daripada lesi hemisphere non-dominan (verbal memory), sedangkan untuk visual-memory sisi non dominan lebih berperan daripada sisi dominan. Meskipun pada gangguan membaca dan menulis masih sulit menentukan fokalitasnya, tetapi umumnya lebih cenderung akibat lesi yang relatif fokal meskipun ketajaman fokalitasnya kurang dibandingkan afasia. Sedangkan gangguan berhitung/kalkulasi lebih cenderung ke arah lesi yang difus. Yang menjadi masalah dalam pemeriksaan fungsi kortikal adalah membedakan antara lesi organik/struktural dengan gangguan psikiatrik. Misalnya afasia sensorik mungkin sulit dibedakan dengan inkoheren, sedangkan afasia motorik sulit dibedakan dengan mutisme. Pasien dengan meningoensefalitis dengan gangguan fungsi kortikal (isi kesadaran) mungkin sulit dibedakan dengan pasien psikosis/skizofrenia gaduh gelisah disertai demam. Pada keadaan yang ragu-ragu tentunya dibenarkan bila kita mengadakan pemeriksaan pungsi lumbal. ** Pemeriksaan fungsi kortikal Fungsi kortikal diperiksa dengan pemeriksaan mental atau pemeriksaan neuro-psikogenik (pemeriksaan mental lebih cepat daripada pemeriksaan neuro-psikologis, tetapi materi yang diperiksa sama. Pemeriksaan mental biasanya dilakukan oleh neurolog/psikiater sedangkan pemeriksaan neuro-psikologis diperiksa oleh seorang psikolog atau neuropsikolog. Pemeriksaan mental/neuro-psikologis meliputi : a. Atensi/konsentrasi : penderita diminta untuk mengetukkan alat (misalnya pensil) pada meja bila mendengar suara huruf b yang diucapkan si pemeriksa. Kemudian pemeriksa mencatat kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si penderita. Adanya kesalahan-kesalahan menunjukkan gangguan perhatian/konsentrasi dari pasien. Gangguan atensi/konsentrasi bisa pula diperiksa dengan "digit span". Pemeriksaan "digit span" bisa pula untuk pemeriksaan "immediate memory". Adanya gangguan perhatian/konsentrasi bisa diakibatkan lesi organik yang difus di hemisfer otak atau psikiatris (neurosis cemas, depresi dan lainnya). b. Disorientasi (kebingungan) : Meliputi disorientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Diberi pertanyaan-pertanyaan seperti : - Di mana saat ini penderita berada/berbaring? (disorientasi tempat) - Tahun, bukan, tanggal, hari, jam berapa sekarang ini? (disorientasi waktu) - Siapakah dia (anggota keluarga yang mendampingi pasien)? (disorientasi orang) c. Kecerdasan : Tes kecerdasan merupakan pemeriksaan terhadap fungsi kortikal/mental seperti daya ingat, visuo-constructive, bahasa, pemahaman abstrak dan pemecahan persoalan. Adanya gangguan kecerdasan bisa menunjukkan lesi organik difus atau fungsional (skizofrenia)atau retardasi mental kongenital (keturunan). Pada gangguan kecerdasan yang didapat dan mula timbulnya kronik progressif (sebelumnya pandai) maka perlu dipikirkan adanya penyakit organik misalnya tumor serebri atau permulaan skizofrenia. Pemeriksaan kecerdasan meliputi verbal score dan performance score. Skor verbal yang sangat rendah dibandingkan performance score, curiga adanya ganguan bahasa (afasia sensorik) atau lesi hemisfer dominan (kiri). Sebaliknya jika performance score sangat rendah dibandingka verbal score, curiga adanya gangguan keterampilan (visuo-constructive) Pada anak-anak usia 3-11 tahun, untuk keperluan praktis bisa dilakukan pemeriksaan kecerdasan dengan draw a man test (menggambar orang), bisa menggambar kepala (bulatan) berarti sudah mempunyai umur kecerdasan 3 tahun, kemudian setiap bagian gambar seperti mata, alis, hidung, mulut, lengan atas, lengan bawah dan sebagainya, mempunyai nilai umur kecerdasan masing-masing 3 bulan. Jadi, yang dinilai adalah kelengkapan gambar. Misalnya nilai umur kecerdasan seorang anak berusia 6 tahun adalah 5 tahun, maka IQ adalah 5/6 x 100 = 83,33. d. Bahasa : Yang harus diperiksa pada seorang dengan kecurigaan bahasa (afasia) adalah pembicaraan spontan, pengertian (comprehension, "naming" (mengenal benda-benda yang umum) dan "repetition" (menirukan kata atau kalimat yang kita presentasikan). Dengan 4 macam pemeriksaan ini, umumnya akan bisa ditentukan jenis afasia (afasia Broca/motorik/ekspresif, afasia sensorik/Wernicke, afasia konduksi, afasia transkortikal, afasia anomik). Gangguan bahasa/afasia umumnya terjadi pada lesi hemisfer dominan (kiri) untuk orang yang biasa menggunakan bagian kanan (right handed), sedangkan untuk orang kidal, 60% pusat bahasa terdapat di hemisfer kiri dan 40% dihemisfer kanan, sehingga secara teoritis pada orang kidal gangguan bahasa/afasia tidak seberat pada orang kanan, tetapi relatif lebih sering terjadi. Kadang-kadang adanya afasia bisa untuk menentukan lokalisasi lesi dengan tepat, misalnya afasia mototrik akibat lesi di area operculum lobus frontalis, afasia Wernicke pada lesi lobus temporalis). Sebaliknya, adanya afasia anomik meskipun merupakan lesi yang fokal tetapi tidak mempunyai harga lokalisasi, bisa karena lesi di lobus occipital, parietal, temporal, bahkan mungkin di lobus frontal. - Membaca : Penderita diminta membaca sebuah kalimat dengan suara keras, kemudian diminta menjawab pertanyaan dengan jawababn ya atau tidak untuk mengetahui adanya gangguan pengertian (afasia sensorik). Gangguan membaca disebut Alexia. - Menulis : Penderita diminta menulis huruf atau angka yang didiktekan oleh pemeriksa, bila berhasil bisa dilanjutkan dengan menulis kata atau kalimat. Gangguan menulis disebut Agraphia. Fungsi membaca dan menulis ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan pasien. e. Memory : Ada 3 macam daya ingat dikaitkan dengan waktu retensinya (meskipun ada juga yang membagi dalam 4 maca,), yaitu : 1. Immediate memory (segera setelah presentasi) 2. Recent memory (beberapa menit, jam dan hari) 3. Remote memory (beberapa tahun) Gangguan Immediate memory diperiksa dengan digit span, gangguan recent memory dengan temporal orientation, sedangkan remote/old memory diperiksa dengan menanyakan peristiwa-peristiwa penting pada masa beberapa tahun yang lalu (nama teman dekat waktu SD, alamat rumah tinggal selama penderita hidup atau sewaktu SMP, dan sebagainya) f. Gnosia : Umumnya menunjukkan lesi di daerah lobus parietalis seperti astereognosis, abarognosis, anosognosia, facialagnosia. Sedangkan pada visual agnosia (sindrom Anton) akibat lesi di daerah lobus occipitalis. g. Visuo-constructive : Merupakan fungsi dari lobus frontalis (untuk manipulasi objek), lobus parietalis (untuk koordinasi persepsi visual dan gerakan memanipulasi objek), lobus occipitalis ( untuk persepsi penglihatan). Meskipun demikian, nampaknya lobus parietal yang berperan paling besar sehingga adanya gangguan pada tes membangun (visuo-constructive) maka curiga lesi di daerah lobus parietal, terutama di daerah hemisfer non dominan (kanan). Tes-tes untuk fungsi visuo-constructive ini diantaranya : * menggambarkan kubus : pasien diminta untuk mencontoh gambar kubus. Ketidakmampuan menggambar kubus (dalam 3 dimensi) tersebut, mencurigakan gangguan visuo-constructive (tentunya penglihatan harus cukup baik dan tidak ada kelumpuhan-kelumpuhan tangan.lengan yang berat). Para penderita/pasien dengan pendidikan yang sangat rendah, tugas ini sulit dikerjakan sehingga mempersulit evaluasi. * block design : pasien diminta mendesign dengan 4 buah blok (seperti dadu, cuma lebih besar, dengan bidang yang mempunyai beberapa kombinasi bentuk yang berwarna merah dan putih). Pemeriksa menunjukkan sebuah gambar yang harus dicontoh oleh pasien dengan menyusun 4 blok tersebut, sehingga mendapat gambar yang sesuai/sama dengan gambar contoh. Waktu antara penyajian gambar sampai dengan penderita berhasil mencontoh dengsn betul dicatat oleh pemeriksa. Contohnya permainan anak-anak yang mirip dengan tes block design ini adalah permainan membangun rumah/bangunan dengan potongan-potongan lego. Pada nak-anak, tes visuo-constructive ini berkorelasi dengan kecerdasan, sedangkan pada orang dewasa hal ini tidak berlaku. Informasi : Pasien diberi pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya umum, seperti : berapa hari dalam seminggu ? di mana ibu kota Jawa Barat? Abstraksi : dengan tes peribasa yang umum (misalnya ada udang di balik batu), perbedaan dan persmaan suatu benda atau kata, yang dinilai adalah pengertian abstraknya. Kalkulasi : diberi soal-soal berhitung seperti penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Dimulai dari sederhana sampai yang kompleks.

Sunday, January 12, 2014

LJK HASIL UJIAN CPNS 2013

Sampai saat ini sebagian besar Pemerintah daerah sudah mengumumkan hasil kelulusan CPNS. Peserta yang dinyatakan menjadi CPNS hampir semuanya berdasarkan nilai TKD, sangat jarang instansi Pemda menyelenggarakan ujian TKD sekaligus TKB.

Dari beberapa instansi yang mengumumkan hasil TKD, ada hal yang unik mengenai skor TKD yang telah dirilis. Beberapa peserta yang dinyatakan lulus mempunyai skor yang sama pada satu formasi. Uniknya lagi kesamaan nilai TKD ini bukan hanya pada skor totalnya, tetapi nilai tiap-tiap materi TKD juga sama persis baik itu untuk Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensia Umum (TIU), dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP).

Salah satunya Pemprov Sumatera Utara pada formasi Dokter Umum terdapat 12 peserta yang dinyatakan lulus mempunyai skor Total TKD yang sama 468 dengan perincian TKP: 176, TIU: 136 dan TWK: 156.

Seperti diketahui berdasarkan Permenpan No.35 Tahun 2013 tentang Nilai ambang batas TKD seleksi CPNS bagi instansi yang menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK) skor maksimal yang mungkin dicapai peserta adalah 480. Dengan skor 468 berarti persentase soal yang benar dikerjakan peserta mencapai 98%.


Contoh kedua Pemprov NTB untuk formasi Perawat dan Bidan nilai TKD juga 468 dengan perincian TKP: 176, TIU: 136 dan TWK: 156 (sama dengan Pemprov Sumut)






Sedangkan yang ketiga Pemkab Karangasem  pada formasi Guru Kelas, Guru Penjaskes, Guru Matematika dan Guru Bahasa Indonesia nilai keseluruhan TKD sebesar 464 dengan perincian TKP: 176, TIU: 136 dan TWK: 152 (soal yang benar 97%)


PENERBITAN SPMT DAN NIP CPNS 2013

1. Berkenaan dengan telah ditetapkan atau disetujui Formasi Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2013 oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, bersama ini dengan hormat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

a. Pengadaan PNS agar dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002

b. Usia bagi pelamar umum ditentukan sebagai berikut : 

1) Bagi Pelamar Umum :
a) berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat pelamaran;
b) berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh) tahun pada saat pelamaran, bagi yang bekerja pada instansi atau lembaga swasta yang berbadan hukum yang menunjang kepentingan nasional paling kurang 5 (lima) tahun pada 17 April 2002 dan masih melaksanakan tugas pada instansi atau lembaga swasta tersebut. 

c. Penentuan mulai berlakunya pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah dari pelamar umum dilakukan pada bulan dan tahun anggaran berjalan, dengan ketentuan sebagai berikut :

1) apabila usul penetapan NIP sampai dengan akhir Desember 2013, maka TMTnya 1 Januari 2014;
2) apabila usul penetapan NIP sampai dengan akhir Januari 2014, maka TMTnya 1 Februari 2014;
3) apabila usul penetapan NIP sampai dengan akhir Pebruari 2014, maka TMTnya 1 Maret 2014

d. Usul penetapan NIP bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah dari pelamar umum, sudah harus diterima secara lengkap di Badan Kepegawaian Negara/Kantor Regional BKN paling lambat pada tanggal 28 Februari 2014.

e. Dalam usul penetapan NIP dari pelamar umum kepada Badan Kepegawaian Negara/Kantor Regional BKN, disamping menyampaikan berkas secara lengkap dan benar, juga dilampirkan pengumuman keputusan kelulusan dari masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan passing grade hasil Computer Assisted Test (CAT) atau hasil Test Kompetensi Dasar (TKD), hasil Test Kompetensi Bidang (TKB) bagi yang melaksanakan.

2. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ketua Badan Kepegawaian Nasional

Operasionalisasi Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) Tertunda

Pengobatan-Gigi-Gratis-141113-Apls-2
JAKARTA – Operasionalisasi Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) yang direncanakan dibuka sejak awal tahun 2013 hingga kini masih terkendala. Belum tersedianya alat kesehatan yang memadai dan masih minimnya sumber daya manusia membuat RS tersebut baru membuka layanan poliklinik semata.
“Sekarang hanya poliklinik yang kita buka, itupun hanya untuk pasien umum karena masih tekendala beberapa hal. Pertama terkait masalah administrasi. Kedua, alat kesehatan yang baru tersedia sekitar 15% dari kebutuhan, kemudian SDM yang belum memadai,” ungkap Direktur Utama RS Pusat Otak Nasional Dr. Mursyid Bustami, Sp.s (K) kepada Harian Terbit, kemarin.
Dengan ketersediaan alkes yang baru sekitar 15% dari kebutuhan, kata dia, pelayanan kesehatan seperti penanganan pasien stroke yang baik belum cukup memadai. Contohnya, alat yang wajib untuk pemeriksaan stroke seperti CT scan saja belum tersedia.
Kemudian, alat-alat laboratorium, alat radiologi dan berbagai alat untuk dilakukannya operasi belum ada. “Kita berharap 1-2 bulan ini sebelum berakhirnya tahun 2013 alat-alat tersebut sudah tersedia, karena proses tender sudah berjalan di Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Sedangkan untuk kebutuhan SDM, saat ini baru tersedia 120 orang dan tengah menunggu sebanyak 225 orang tenaga yang terdiri dari tenaga medis, tenaga administrasi, tenaga penunjang, dan semua yang dibutuhkan termasuk tenaga keamanan. 225 tenaga tersebut saat ini masih menunggu proses penerimaan CPNS dari Kemenkes.
Kendati ada tambahan SDM, tuturnya, masih belum mencukupi untuk keseluruhan operasional rumah sakit. Mengingat kapasitas tempat tidur yang tersedia sebanyak 446 tempat tidur. Idealnya, dibutuhkan sekitar 800-900 tenaga.
“SDM yang ada sekarang baru 120 orang, ditambah nanti dari Kemenkes 225 orang. Perkiraan baru bisa melayani sekitar 150 tempat tidur atau 1/3 dari jumlah yang ada.” ujarnya.
Menurutnya, jika yang dialokasikan oleh Kemenkes bisa tersedia semua akhir tahun ini. Dirinya menargetkan awal 2014 nanti RS PON bisa beroperasioal dan melayani pasien asuransi maupun jaminan kesehatan. Terlebih, 67% alokasi tempat tidur di RS PON diperuntukan untuk kelas III.

Symposium Neuro Update Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

day1
Plenary SymposiumBallroom 107.00-08.00 Registration

Lipid And Stroke
TimeTopicsSpeakersChairperson
 08.05-08.20 Update on Neurosonology and Neuroimaging of Intracranial AtherosclerosisA/ Prof. Bernard Chan, MDDR. dr. Andi Basuki, Sp.S(K)
 08.20-08.40Current Concept Atherosclerosis in Stroke A/ Prof. Chang Hui Meng, MD
 08.40-09.00 How to Manage Atherosclerosis in Stroke?dr. Mohammad Saiful Islam, Sp.S(K)
 09.00-09.20 Opening Ceremony 
 09.20-09.35 Coffee Break
Parallel Symposium I
Mutiara 88
Special issues in Epilepsy
TimeTopicsSpeakersChairperson
09.40-10.10AEDs in status epilepticusdr. Endang Kustiowati, Sp.S(K), MSi.Meddr. Adin Nulkhasannah, Sp.S
10.10-10.40When and how to start and stop AEDsA/ Prof. Rahul Rathakrisnan, MD
10.40-11.10Alternative AEDs monotherapy vs combination therapyProf. Dato’ Chong Tin Tan, MD
11.10-11.15Discussion  
Mutiara 1,2
Atrial Fibrillation In Stroke
TimeTopicsSpeakersChairperson
09.40-10.10Pathophysiology of atrial fibrillation in strokedr. Lyna Soertidewi, Sp.S(K), M.EpidDR. dr. Andi Basuki, Sp.S(K)
10.10-10.40Detection, prediction and risk stratification of atrial fibrillation in strokeA/ Prof. Bernard Chan, MD
10.40-11.10Anti coagulant treatment for atrial fibrillation in StrokeProf. dr. Jusuf Misbach, Sp.S(K), FAAN
11.10-11.15Discussion  
Parallel Symposium II

Mutiara 88
Management of CNS Infection
TimeTopicsSpeakersChairperson
11.15-11.35 Meningitis TB updatedr. Ahmad Rizal Geniem, Sp.S, Phddr. Hendro Birowo, Sp.S
11.35-11.55Brain in sepsisdr. Jofizal Jannis, Sp.S(K)
11.55-12.15Antiretroviral treatment update in opportunistic CNSdr. Darma Imran, Sp.S(K)
12.15-12.25Discussion  
Mutiara 1,2
Neuropatic Pain
TimeTopicsSpeakersChairperson
11.15-11.35Painful diabetic neuropathydr. Andradi Suryamiharja, Sp.S(K)dr. Kemal Imran, Sp.S
11.35-11.55How to treat painful diabetic NeuropathyProf. dr. KRT Lukas Meliala, Sp.KJ, Sp.S(K)
11.55-12.15Neuralgia Post HerpeticaProf. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K)
12.15-12.25Discussion  
12.25-13.25Lunch and pray
Parallel Symposium III

Mutiara 88
Multiple Sclerosis
TimeTopicsSpeakersChairperson
13.25-13.45How to diagnose Multiple Sclerosis and Devic SyndromeA/ Prof. Derek Soon, MDdr. Ferdilla Maryam, Sp.S
13.45-14.05Emerging oral therapies in Multiple Sclerosis and Devic SyndromeA/ Prof. Derek Soon, MD
14.05-14.25How to diagnose and treat Autoimune EncephalitisProf. Dato’ Chong Tin Tan, MD
14.25-14.35DiscussionAll speakers 
14.35-14.50Coffee Break

Neurotrauma
TimeTopicsSpeakersChairperson
14.50-15.10Update in Traumatic Brain Injurydr. Eka Musridharta, Sp.S, KICdr. Zicky Yombana, Sp.S
15.10-15.30Sport Related Traumatic Brain Injurydr. Lyna Soertidewi, Sp.S(K), M.Epid
15.30-15.50Update in Spinal Cord Injurydr. Mursyid Bustami, Sp.S(K), KIC
15.50-16.00DiscussionAll Speakers
Mutiara 1,2
Neurosurgery
TimeTopicsSpeakersChairperson
13.25-13.45Aneurysm Clipping in SAHA/ Prof. Yeo Tseng Tsaidr. Abrar Arham, Sp.BS
13.45-14.05Microvascular decompression of hemifacial spasm and neuralgia trigeminaldr. Setyo Widhi Nugroho, Sp.BS(K)
14.05-14.25An overview and critique of the recent (IMS3, SYNTHESIS, MR RESCUE) and ongoing trials (EXTEND –IA, SWIFT-PRIME)A/ Prof. Bernard Yan, MD
14.25-14.35DiscussionAll Speakers
14.35-14.50Coffee Break

Neurobehaviour
TimeTopicsSpeakersChairperson
14.50-15.10Vascular contribution to cognitive impairment and dementiadr. Silvia Francina Lumempouw, Sp.S(K)dr. Asnelia Devicaesaria, Sp.S
15.10-15.30Behaviour Changes in Elderlydr. Abdulbar Hamid (K)
15.30-15.50Diagnostic Biomarkers of ADA/ Prof. Christopher Chen, MD
15.50-16.00DiscussionAll Speaker

THE 1st CONGRESS OF INDONESIAN NUEROSCIENCE NURSES ASSOCIATION
NATIONAL BRAIN CENTRE HOSPITAL JAKARTA


Time
Topics
07.30-08.00Registration
08.00-08.15Official Opening
08.15-10.00Congress Preparation
10.00-10.15Coffee Break
10.15-12.15Gorup Discussion
1. Academic Transcript
2. Articles of Association/ Bylaws
3. Neuroscience Nursing Competence
4. Plan of Action
12.15-13.15Lunch and prayer
13.15-14.15Group Discussion (continued)
14.15-14.30Coffee Break
14.30-16.30Pleno
16.30-16.35Closing Address

day2

Vascular Update
Ballroom 1 & 2
07.00-07.45 Registration


Vascular Update
TimeTopicsSpeakersChairperson
07.45-08.10Robin Hood Steal Syndrome, Blood Pressure Hypertension in acute stroke and SonothrombolysisA/ Prof. Vijay Kumar Sharma, MDdr. Dodik Tugasworo, Sp.s
08.10-08.35Carotid Imaging and TCD in stroke patientdr. Yohanna Kusuma, Sp.S
08.35-09.00Oral Thrombolytic Challenging OpportunityDR. dr. Ismail Setyopranoto, Sp.S(K)
09.00-09.10DiscussionAll speakers 
Parallel Symposium I
Ballroom 1

Atrial Fibrillation and Stroke
TimeTopicsSpeakersChairperson
09.15-09.40Holter monitoring for stroke and AF strokeA/ Prof. N.V. Ramani, MDdr. Yohanna Kusuma, Sp.S
09.40-10.05Direct Thrombin Inhibitor in StrokeProf, dr. Jusuf Misbach, Sp.S(K), FAAN
10.05-10.30r-tPA and thrombolysis in acute stroke ; pro and consA/ Prof. Teoh Hock Luen, MD
10.30-10.40DiscussionAll Speakers
10.40-10.55Coffee break
Ballroom 2

Neuromuscular Disease
TimeTopicsSpeakersChairperson
09.15-09.40Pathogenesis and Treatment of GuillainBarre SyndromeProf. Nobuhiro Yuki, MDdr. Eka Musridharta, Sp.S KIC
09.40-10.05Long term immunosuppresive management in CIDPA/ Prof. Umapathi N Thirugnanam, MD
10.05-10.40DiscussionAll Speakers
10.40-10.55Coffee Break
Ballroom 1

Update in Stroke Recovery
TimeTopicsSpeakersChairperson
10.55-11.20A breakthrough in stroke recoveryRobert Gan, MDdr. Asnelia Devicaesaria, Sp.S
11.20-11.45Nest StudyProf, dr. Jusuf Misbach, Sp.S(K), FAAN
12.45-12.10New hope for stroke recoveryProf. Jose Navarro, MD, MSc.Clin, Epid, FPNA
12.10-12.20DiscussionAll Speakers
12.20-13.30Lunch and Prayer
Ballroom 2

Special Update
TimeTopicsSpeakersChairperson
10.55-11.25INTERACT I AND INTERACT II and Blood pressure Management in Hemorrhagic StrokeProf. Craig Anderson, MDdr. Lyna Soertidewi, Sp.S(K), M.Epid
11.25-11.35Discussion  
11.35-12.15From Antiplatelets to Anticoagulation – Antithrombotics in Ischemic StrokesA/ Prof. Chang Hui Meng, MDdr. Yohanna Kusuma, Sp.S
12.15-12.35Chan Trial: Novel Oral Anti Coagulant for Atrial Fibrillation in Acute Ischemic StrokeProf, dr. Jusuf Misbach, Sp.S(K), FAAN
12.35-12.45Discussion  
12.45-13.30Lunch and Prayer
Parallel Symposium II
Ballroom 1

Movement Disorder
TimeTopicsSpeakersChairperson
13.30-14.00Approach to Dystoniadr. George Dewanto, Sp.Sdr. Thamrin Syamsudin, Sp.S(K), M.Kes
14.00-14.30Clinal Features and Tratment of Non Motor Symptoms of Parkinson Diseasesdr. Andradi Suryaiharja, Sp.S(K)
14.30-15.00How to Differentiate Idiopathic Parkinson Disease from Parkinson Plus Syndrome and Treatment Options of Parkinson SyndromeA/ Prof. Au Wing Lok, MD
15.00-15.30DiscussionAll Speakers
Ballroom 2

Neurointervention
TimeTopicsSpeakersChairperson
13.30-14.00Sinus venous thrombosisA/ Prof. Yeo Tseng Tsaidr. Bambang Tri Prasetyo, Sp.S, FINS
14.00-14.30CEA and subclavian steal syndromeA/ Prof. Peter Robless
14.30-15.00EC-IC Bypassdr. Abrar Arham, Sp.BS
15.00-15.30DiscussionAll Speakers
THE 1st INTERNATIONAL NEUROSCIENCE
NURSING UPDATE
RITZ CARLTON HOTEL JAKARTA
FEBRUARY 23rd 2014
TimeTopicsSpeakersChairperson
07.30-08.00Registration  
08.15-08.45Inauguration of Indonesian Neuroscience Nurses Association  
08.45-09.15Neuroscience Nursing Specialty Development ProgramDirektorat KeperawatanAgung Waloeyo, SKp. MSc, PhD
09.15-09.45Neuroscience Nurse CompetenciesPPNI Pusat
09.45-10.15Trends and issues in Neuroscience NursingLinda Nichols, RN, PhD
10.15-10.45Discussion 
10.45-11.00Coffee Break
11.00-11.30Harnessing the Brain Power for Recovery : a Neuro nurse prespectiveHarriet Chan, MScNs. Riskia, SKep
11.30-12.00Neurosurgical overiew : Clipping, Ballooning, Stentingdr. Abrar Arham, Sp.BS
12.00-12.20Discussion 
12.20-13.30Lunch and prayer
13.30-14.00Nursing Care for Post Craniotomy & Neuro-Intervention PatientsSatia Poorany, MNNs. Enny Mulyatsih, MKep., SpKMB
14.00-14.30Observation of Normo Pressure Hydrocephalusdr. Setyowidhi Nugroho, Sp.BS(K)
14.30-15.00Nursing Care of Extra Ventricular Drainage (EVD)Yet Yee Cheng, BSN
15.00-15.30Discussion 
15.30-15.45Closing Ceremony 
15.45-16.00Coffe Break