Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan
spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi
dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui
bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin
sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:
Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan
diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi
pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami
disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah
sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran
ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada
proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk
darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien,
seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk
identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan
dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit,
seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar
operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu
proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat
diidentifikasi.
Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau
melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain
adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan
hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk:
mencatat/(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah
akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan
bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila
tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat
di IGD atau ICU.
Sasaran III.: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau
Look Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien
adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,
kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium
klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih
pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat
kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau
pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi
atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur
juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian
laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana
penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
Sasaran IV.: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah
sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau
tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien
di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi
masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti,
seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient
Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas
satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan
melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan
lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau
multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
- Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
- Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;
- Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan
akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh
tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.
Sasaran V.: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan
kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan
kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah
(blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan
ventilasi mekanis).
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci
tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk
hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk implementasi
petunjuk itu di rumah sakit.
Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan
yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila
sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah
terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan
di rumah sakit.
No comments:
Post a Comment